Qais bin Mu’adz ada yang mengatakan Qais bin Maluh, salah seorang pria dari Bani Ja’dah bin Ka’ab bin Sa’ad bin Amir bin Sha’sha’ah. Dia bergelar Al Majnun (orang gila), karena begitu cintanya pada Laila.
Kedua orang ini adalah pengembala hewan ternak yang terikat oleh cinta masa kanak-kanak. Qais berkata dalam syairnya,
Aku terpaut dengan Laila saat dia masih kecil
Saat kami masih kecil, menggembala hewan ternak
Andai saja kami tetap menjadi anak-anak
dan tidak pernah menjadi dewasa
begitu juga dengan hewan ternak di sana.
Suatu hari, saat mereka sudah berusia dewasa, merka duduk bersama dan berbincang-bincang dengan beberapa pria dari kaumnya. Laila adalah wanita yang manis tutur katanya dan mau berbicara dengan siapa saja, sehingga hal ini membuat sakit hati Qais, lalu ia bersyair lagi,
Setiap manusia menyimpan perasaan benci kepada temannya
Hal ini terus terjadi sehingga Qais menjadi gila. Qais tidak pernah mengenakan pakaian karena pasti dirobeknya. Qais tidak pernah sadar karena ingatannya hanya pada Laila.
Suatu hari ketika Naufal bin Masahiq yang melihat Qais dalam keadaan ******* segera memberinya pakaian. Penduduk yang melihat tindakan Naufal itu berkata, “Apakah kamu tidak mengenalnya? Dia menjawab, “Tidak.” Mereka berkata, “Ia adalah si gila, Qais bin Maluh.”
Naufal pun mengajak Qais berbicara dan Qais menjawabnya dengan jawaban yang sekenanya dan mengacau. Penduduk kembali mengingatkan, “Jika kamu ingin mengajaknya berbicara dengan pembicaraan yang benar, ingatkan dia akan Laila.”
Kemudian Naufal kembali menemui Qais dan menceritakan tentang Laila serta mengucapkan beberapa syair tentangnya, lalu Naufal berkata, “Maukah kamu aku kawinkan dengan Laila.” Qais menjawab, “Apakah kamu mau melakukannya?” Naufal menjawab, “Tentu, pergilah bersamaku. Aku akan mengantarmu ke kaumnya dan meminangnya untukmu.”
Qais pun pergi bersama Naufal, dan sebelumnya ia meminta pakaian untuk dikenakannya. Ia pergi bersama Naufal layaknya teman-teman Naufal yang normal.
Ketika mereka sudah dekat dengan tempat tinggal Laila, kaum Laila menyambutnya dengan acungan senjata.
Mereka berkata, “Demi Allah, si gila itu tidak boleh masuk ke rumah kami atau kami akan berperang sampai titik darah penghabisan.”
Akhirnya, Naufal berkata kepada Qais, “Mari kita pulang.” Qais berkata, “Mana janjimu?” Naufal menjawab, “Kepulanganmu lebih baik ketimbang pertumpahan darah.” Maka Qais pun pulang sambil bersenandung,
Wahai sahabatku, kepedihanku sekarang sama dengan kepedihanku dahulu
Aku merasa justru kembalinya cintaku justru membunuhku
Sedangkan sebelumya sudah cukup menyiksaku
Terkadang membuatku putus asa
Namun pria harus punya semangat
Karenanya aku masih hidup
Seorang pria dari Bani Murrah pernah pergi ke beberapa daerah sekitar Syam dan Hijaz untuk suatu keperluan. Suatu ketika ia melihat sebuah kemah. Ia pun mendekati kemah itu dan bersuara agar orang yang ada di dalam kemah itu mendengar bahwa ada orang yang datang. Ternyata di dalam kemah itu ada seorang wanita. Wanita itu berkata dari dalam kemahnya, “Silakan turun!” wanita itu bertanya, “Wahai hamba Allah, sudah sampai kemana saja engkau berjalan? Pria itu menjawab, “Semuanya.” Wanita itu bertanya lagi, “Dimana kamu pernah menginap?” Ia menjawab, “Bani Amir.” Tiba-tiba wanita itu menarik nafas panjang, lalu bertanya lagi, “Bani Amir yang mana?” Ia menjawab, “Bani Harisy.”
Dia bertanya lagi, “Apakah di sana kamu mendengar tentang seorang pemuda yang bernama Qais dan dijuluki si gila?” Ia menjawab, “Tentu, Demi Allah. Aku melihatnya sedang bermain-main dengan hewan liar. Ia tidak dalam keadaan sadar sedikit pun hingga disebut nama Laila, lalu ia menangis dan melantunkan beberapa syair.”
Tiba-tiba wanita itu membuka tirai kemahnya. Aku melihat sebuah wajah bak bulan purnama yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dia menangis tersedu-sedu sehingga aku pun tak bisa menahan keherananku. Aku lalu bertanya, “Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah. Aku tidak mengatakan sesuatu yang salah bukan?”
Aduhai betapa menderita diriku
Cobaan datang padaku bertumpang tindih
Semenjak Qais pergi meninggalkanku
Aku meyadari keadaanku
Yang tidak dapat hidup tanpa dia
Seandainya tidak ada pertolongan dari Allah
Hidupku akan sia-sia
Dia terus menangis hingga akhirnya pingsan. Ketika siuman, aku kembali berkata kepadanya, “Hai hamba Allah, siapakah kamu ini sebenarnya?”
Perempuan itu menjawab,”Aku adalah Laila yang dirindukannya.”
Pria itu berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang wanita yang begitu mendalam cintanya kepada seorang laki-laki, begitu pula dengan kasih sayang dan kerinduannya, seperti yang dialami oleh wanita ini.”
Ibnu Qutaibah mencantumkan dalam Sya’ir Wa Asy Syu’ara
Kisah Al Majnun
Cinta mendalam dapat menjadikan seseorang tidak dapat melihat kecuali melihat orang yang dicintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar