Banyak para peneliti dan penulis tentang kerajaan-kerajaan Indonesia percaya bahwa kerajaan hindu mataram kuno hancur atau hilang dari peradaban kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia. Kehancuran tersebut banyak diyakini akibat letusan dahsyat Gunung Merapi pada tahun 1006 Masehi yang bersifat eksplosif (Ledakan besar/Plinian) sehingga mampu menghancurkan kerajaan Mataram Hindu Kuno. letusan tersebut juga mampu melongsorkan tubuh Merapi sehingga sebagian tubuh Merapi tersebut lengser dan membentuk perbukitan Gendol/gunung Gendol atau Bukit Wukir. Sehingga mengubur candi-candi yang ada disekitar Merapi. Hal ini dikemukakan oleh seorang Geologiwan ternama R. W. Van Bemmelen (1949). Peristiwa tersebut diinterpretasikan sebagai Mahapralaya atau Pralaya yang berarti ’Kehancuran Besar’ oleh Van Laberton Hinloopen dalam menaksir pembacaan pada prasasti Rukam dan kitab Negara Kertagama. Pendapat R. W. Van Bemmellen (1904-1983) mendasarkan pendapatnya pada interpretasi Van Labertoon Hinloopen. Keadaan ini disebut oleh Van Libertoon Hinloopen sebagai masa ”Wara-Wiri”, ”Die Götterdamerung” atau ”The Twilight Of The Gods” sebelum muncul kerajaan Mataram Islam modern.
Dalam beberapa perdebatan terakhir mengenai sejarah keruntuhan kerajaan Mataram Hindu Kuno, dimana beberapa teori yang mendasari akan kebenaran dan relevansi seputar keruntuhan kerajaan mataram hindu kuno, kini telah dapat dilakukan analisa mendalam. Mengenai kebenaran dan dasar yang digunakan dalam teori keruntuhan kerajaan Mataram Hindu Kuno tersebut. Penelitian yang dilakukan seputar pembahasan Arkeologi, Geologi (ilmu bumi pengaruh terhadap tenaga dalam bumi), Statigrafi (ilmu perlapisan endapan), Sedimentologi (ilmu bahan endapan) dan sebagainya.
Hasil penelitian tersebut menunujukkan teori tentang keruntuhan kerajaan Mataram Hindu Kuno telah jauh dari kebenarannya. Bahwasanya, merapi tidak pernah meletus secara eksplosif melainkan gunung Merapi mempunyai tipe sendiri yang unik dan tidak pernah berubah hal ini dikarenakan kondisi fisik gunung Merapi tersebut. Ciri letusan tersebut hingga kini masih seperti yang dulu. Ciri letusannya adalah letusan terarah dan guguran awan panas.
Tipe letusan Gunung Merapi merupakan tipe letusan yang unik, dimana Gunung Merapi mempunyai ciri dan tipe letusan yang berbeda dari gunung api lainnya. Tipe Plinian atau tipe eksplosive (letusan pyroksimal) sebagai mana disebutkan oleh Van Bemmelen (1949) tidak terjadi pada Gunung Merapi. Hal ini disebabkan viskositas atau tingkat kekentalan lava Gunung Merapi yang tidak kental atau bersifat cair, sehingga apabila terjadi letusan tidak akan mengakibatkan peledakan yang dahsyat, melainkan yang biasa terjadi di Gunung Merapi adalah lelehan lava dengan ditandai gumpalan asap raksasa (Wedus Gembel) dengan batuan pijar yang meluncur ke bawah lereng. Hal ini didukung oleh morfologi Gunung Merapi yang terus tumbuh pada kubah lavanya.
Dari hasil studi Statigrafi, didapat keterangan yang menunjuk beberapa candi yang tersingkap disisi selatan terkubur material gunung api pada abad ke – 6 (1440 tahun yang lalu), abad ke 8 – 9 (1175 tahun yang lalu) dan abad ke 10 (1070 – 1060 tahun yang lalu), serta kebanyakan candi terkubur oleh material gunung api pada abad ke 13 (740 – 640 tahun yang lalu). Sedangkan sejarah letusan terdekat Pralaya 1006 Masehi adalah material yang ditemukan berumur 940 – 990 Masehi (1070 – 1060 tahun yang lalu), di sisi selatan dan pada abad ke 11-12 (980 tahun yang lalu) disisi barat laut.
Candi Wukir yang ditemukan di atas Bukit Wukir atau Gunung Gendol di kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memberikan fakta tentang Letusan Gunung Merapi tahun 1006 Masehi. Pada candi ini ditemukan prasasti Canggal yang diperkirakan didirikan pada tahun 732 Masehi. Prasasti Canggal ditulis dalam bahasa Sansekerta berhuruf Pallawa yang isinya menyebutkan tentang pendirian sebuah Lingga yang kaya akan padi dan emas. Gunung Gendol pada awalnya diyakini terbentuk oleh longsoran material vulkanik Gunung Merapi, sebagai akibat letusan kuat tahun 1006 Masehi. Dengan ditemukannya Prasasti canggal di atas Gunung Gendol yang tertanggal 732 Masehi ini, menunjukkan bahwa Gunung Gendol telah terbentuk sebelum letusan tersebut.
Mengenai ”Pralaya” atau ”Mahapralaya” yang artinya ”Kehancuran” atau ”kehancuran besar” perlu dilakukan kajian tafsiran pada informasi yang sejaman (Edi Sedyowati, 2006). Istilah itu sendiri disebutkan dalam prasasti Pucangan (batu Calcuta) pada sisinya yang berbahasa Jawa kuno, disebut bahwa Pralaya disebabkan oleh : ”Serangan raja wurawari yang menyerang muncul dari Lwaram” dari kutipan yang berbunyi :
”…..Kalaning Pralaya ring yawadwipa i rikang 939 ri Pralaya haji wurawari masõ mijil sangke lwaram, ekarnawa rupanikang sayadwipa rikang kala, akweh sira wwang mahãwiśeŝa pjah…”
Angka tahun 939 sebagaimana disebut dalam kutipan prasasti tersebut padanan tahunnya adalah 1017 Masehi. Peristiwa serangan haji wura wari dari Lwaram tersebut terjadi pada tahun 939 çaka / 1017 Masehi bukan yag selama ini banyak didskusikan terkait kejadian pada 1006 Masehi atau 1016 Masehi.
Berdasarkan analisis, Litologi Gunung Gendol dimasukkan ke dalam kompleks Pegunungan Menoreh dan bukan Gunung Merapi. Kajian data Statigrafis menunjukkan material gunung yang volumenya sangat besar, sebagai akibat pelongsoran Gunung Merapi sampai kini tidak dijumpai aktivitasnya selama ini.
Penemuan pendapat baru (Discovery) tentang perpindahan kerajaan Mataram Jawa tengah ke Jawa Timur merupakan hal yang penting dilakukan. Sebab, pendapat tersebut akan terus digunakan selama turun temurun. Bantahan kajian yang dilakukan baru sampai pada proses ekskavasi candi dan penelitian tentang vulkanologi Gunung Merapi.
Penyebab Kejayaan dan Kemunduran Kerajaan Hindu - Buddha
1. 1. Kerajaan Kutai
1. a. Penyebab Kejayaan
1) Asmawarman naik tahta. Pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi.
2) Naik tahtanya Raja Mulawarman, yang dapat membuat rakyat hidup tenteram dan sejahtera.
1. b. Penyebab Kemunduran
Belum ditemukan sumber sejarah yang menceritakan runtuhnya kerajaan Kutai.
1. 2. Kerajaan Tarumanegara
1. a. Penyebab Kejayaan
Raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali satu saluran air. Penggalian saluran air ini sangat besar artinya, karena merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. Hasil pertanian tersebut memajukan perekonomian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar